Translate

Minggu, 21 Oktober 2012

Perbedaan Koperasi, BUMN, dan BUMS


Perbedaan Koperasi, BUMN, dan BUMS




BIDANG
KOPERASI
BUMN
BUMS
a.       Permodalan






b.      Tujuan Usaha











c.       Hubungan Usaha








d.      Organisasi







e.      Kekuatan Tertinggi
Dari simpanan anggota sifatnya berubah-ubah



Meningkatkan kesejahteraan anggota yang berwatak social yang berysaha untuk meningkatkan SHU dari tahun ke tahun



Senantiasa mengadakan koordinasi kerjasama antara koperasi yang satu dengan yang lainnya

Organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama antaara para anggotanya

Rapat anggota
Kekayaan Negara yang dipisahkan, sifatnya tetap



Melayani kepentingan umum dan untuk memperoleh keuntungan







Berusaha mengadakan hubungan usaha, baik dengan koperasi maupun BUMS


Dikelola oleh Negara






Pemerintah
Dari perorangan atau dari para pemegang saham dan penjualan obligasi sifatnya tetap

Umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berwatak ekonomi (profit motif)





Adakalanya diantara BUMS terjadi persaingan






Anggotanya terbatas, kepada orang-orang yang memiliki modal




Pemegang saham dan atas nama pemilik


Perbedaan Koperasi, BUMN, dan BUMS


Perbedaan Koperasi, BUMN, dan BUMS

BIDANG
KOPERASI
BUMN
BUMS
a.       Permodalan




b.      Tujuan Usaha





c.       Hubungan Usaha




d.      Organisasi



e.      Kekuatan Tertinggi
Dari simpanan anggota sifatnya berubah-ubah



Meningkatkan kesejahteraan anggota yang berwatak social yang berysaha untuk meningkatkan SHU dari tahun ke tahun

Senantiasa mengadakan koordinasi kerjasama antara koperasi yang satu dengan yang lainnya

Organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama antaara para anggotanya

Rapat anggota
Kekayaan Negara yang dipisahkan, sifatnya tetap


Melayani kepentingan umum dan untuk memperoleh keuntungan


Berusaha mengadakan hubungan usaha, baik dengan koperasi maupun BUMS

Dikelola oleh Negara



Pemerintah
Dari perorangan atau dari para pemegang saham dan penjualan obligasi sifatnya tetap

Umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berwatak ekonomi (profit motif)

Adakalanya diantara BUMS terjadi persaingan



Anggotanya terbatas, kepada orang-orang yang memiliki modal

Pemegang saham dan atas nama pemilik

Tugaz kla 10a



Kamis, 18 Oktober 2012

Fungsi dan Wewenang Komisi Yudisial

Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial digunakan istilah wewenang dan tugas, tidak dijabarkan tentang fungsi Komisi Yudisial. Dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 digunakan Istilah “wewenang” untuk menunjuk fugsi yang harus dilakukan oleh Komisi Yudisial. Wewenang (bevoegdheid) mengandung pengertian tugas (plichten) dan hak (rechten)

Berefleksi dari kelemahan perekrutan hakim agung pada masa orde lama, orde baru dan pada awal reformasi maka didalam pasal 24 A ayat (3) UUD 1945 dikatakan sebagai berikut : “Calon hakim angung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Pewakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim angung oleh Presiden”.

Sementara itu, didalam ketentan Pasal 8 undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sisebutkan sebagai berikut:
1. Hakim agung diangkat oleh presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Calon hakim agung sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dipilih Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
3. Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama calon diterima Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung yang diangkat oleh presiden.
5. Ketua Muda Mahkamah Angung dianggkat oleh Presiden diantara hakim angung yang diajukan oleh ketua Mahkamah Angung.
6. Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan calon diterima presiden.

Dalam ketentuan yang terdapat didalam Pasal 24 A ayat (3) UUD 1945 tersebut menyuratkan bahwa Komisi Yudisial telah mengambil alih fungsi-fungsi yang selama ini diperankan oleh MA, Pemerintah dan DPR sebagaimaan siatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Sedangkan DPR mengantikan peran presiden sebagai pihak yang kepadanya diajukan calon Hakim Agung. Presiden hanya sebagai pihak yang mengangkat hakim agung dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara.

Menindak lanjuti pengalihan fungsi-fungsi pengusulan calon hakim agung yang selama ini diperankan MA, DPR dan Pemerintah kepada komisi yudisail dan dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial digunakan istilah wewenang dan tugas, tidak dijabarkan tentang fungsi Komisi Yudisial. Dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 digunakan Istilah “wewenang” untuk menunjuk fugsi yang harus dilakukan oleh Komisi Yudisial. Wewenang (bevoegdheid) mengandung pengertian tugas (plichten) dan hak (rechten). Tugas dan Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 14 UU No 22 Tahun 2004 Tenang Komisi Yudisial meneruskan bahwa;
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mempenyai tugas:’
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR,

(1) Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung , Mahkamah Agung Menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berahirnya jabatan tesebut.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakuakan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari Mahkamah agung mengenai lowongan Hakim Agung.
Selanjutnya, Pasal 16 UU No 22 Tahun 2004 menyebutkan :
(1) Pengajuan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Hakim Agung sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Selain Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon Hakim Agung memenuhi persyaratan administrasi dengan menyerahkan sekurang-kurangnya :
a. Daftar riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan;
b. Ijazah asli atau yang telah dilegalisasi;
c. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;
d. Daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon;
e. Nomor pokok wajib pajak

Dalam UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial ini juga diatur mengenai keterlibatan masyarakat dalam proses perekrutan Hakim Agung, hal tesebut terlahir dikarenakan evaluasi dari sistem rekrutmen hakim pada masa Orde Baru yang berlandaskan yang berdasarkan pada UU No 14 Tahun 1985 yang memperlihatkan beberapa kelemahan, diantaranya :
1 Tidak ada perameter yang obyektif untuk mengukur kualitas dan integritas calon hakim agung.
2 Adanya indikasi praktik droping nama, dimana hakim agung akan memberikan nama kepada Mahkamah agung dengan harapan Ketua Mahkamah Agung memberikan perhatian kepada kandidat dan memasukkan namanya dalam daftar; dan
3 Adanya indikasi jaringan, pertemanan, hubungan keluarga, dan sebagainya yang menyebabkan pemilihan tidak dilakuakn secara obyektif.

Untuk itu pelibatan masyarakat dalam proses rekruitmen Hakim Agung dalam UU No 22 tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial diatur dalam pasal 17 ayat (3) yang menyebutkan :
“Masyarakat berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon Hakim Agung dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana diatur ayat (2)

Selanjutnya, dalam ayat (4) disebutkan :
“Komisi Yudisial melakukan penelitian atas informasi atau pendapat masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pemberian informasi atau pendapat berakhir.”
Kemudian Pasal 18 mengatur:
(1) Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi terhadap kualitas dan kebribadian calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administratif berdasrkan atandar yang telah ditetapkan.
(2) Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun karya Ilmiah dengan topik yang telah ditentukan.
(3) Karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah diterima Komisi Yudisial, dalam jangka waktu palinglama 10 (sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.
(3) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terbuka dalam jangka waktu lama 20 (dua puluh) hari.
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan Hakim Agung, dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.
Tahapan selanjutnya dari proses rekruitmen hakim agung adalah wewenang dari DPR memilih hakim agung berdasarkan daftar nama yang diajukan Komisi Yudisial, hal tersebut diatur dalam pasal 19 UU No 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, dalam pasal tersebut menyatakan:
(1) DPR telah menetapkan calon Hakim Agung untuk diajuakan kepada presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5)
(2) Keputusan Presiden mengenai pengankatan Hakim Agung ditetapkan dalam jangkawaktu palinglama 14 (empat belas) harisejak Presiden menerima nama calon yang diajukan DPR.
(3) Dalam jangkawaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada penetapan, Presiden yang berwenang mengngagkat Hakim Agung dari calon yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (5).

Dalam hal ini usulan nama yang diajukan Komisi Yudisial bersifat mengikat, artinya DPR wajib dan hanya dapat memilih bakal calon diantara daftar nama calon hakim agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial.

Jumat, 05 Oktober 2012

Tugas PKn Klaz 10a


Fungsi dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Ketatanegaraan Indonesia



Dalam praktik kenegaraan di Indonesia diakui tiga cabang kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif, dan judikatif. Cabang kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden dan wakil presiden. Pada cabang kekuasaan legislatif, terdapat dua lembaga yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sedangkan cabang kekuasaan judikatif atau lebih tepatnya kekuasaan kehakiman berada pada pemerintahan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi di samping keduanya ada pula Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas martabat, kehormatan, dan perilaku hakim.

Pasal 24 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 menyatakan bahwa :
  1. kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
  2. kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
  3. badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Penegasan dan penjabaran pengertian kekuasaan kehakiman dalam Pasal 24 UUD 1945 tersebut dituangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan :
“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”

Mahkamah Konsitutusi bersama Mahkamah Agung merupakan pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Namun keduanya mempunyai lahan yang berbeda. Jika MA berada di ranah peradilan umum maka MK merupakan sebuah special tribunal yang ruang lingkupnya adalah konstitusi. Kelahiran Mahkamah Konstitusi sesungguhnya diawali dengan perubahan UUD 1945 yang ke tiga. Pasca perubahan tersebut dibentuklah undang-undang mengenai MK. UU ini selesai disusun dan disahkan pada tanggal 13 Agustus 2003 menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Sejak saat itulah MK sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia. 

Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi lahir Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Ada pula yang berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi lahir bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003. Secara kelembagaan Mahkamah Konstitusi menetapakan tanggal 16 Agustus 2003 sebagai kelahiran Mahkamah Konstitusi.

Sesuai ketentuan UUD, tiga hakim konstitusi berasal dari usul DPR, tiga hakim konstitusi berasal dari usul MA, dan tiga hakim konstitusi berasal dari usul Presiden. Ide pembentukan mahkamah konstitusi diawali oleh pembaharuan pemikiran dalam bidang ketatanegaraan pada abad 20. MK merupakan lembaga negara yang berasal dari konsep sistem hukum eropa kontinental. Indonesia sebagai sebuah negara hukum (Rechstaat ) banyak dipengaruhi pemikiran ketatanegaraan di Eropa terutama negara dengan sistem hukum Eropa Continental yang menganut supremasi konstitusi. Pada negara yang menganut Eropa kontinental Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang merupakan bentuk perlindungan terhadap hak konstitusional warganegara.

Ide mengenai pembentukan mahkamah konstitusi di Indonesia muncul sejak lama. Pembentukan Mahkamah Konstitusi terwujud ketika akan dilakukan amandemen terhadap UUD 1945. Lahirnya Mahkamah Konstitusi pasca amandemen merupakan respons terhadap tuntutan penguatan mekanisme check and balances dalam sistem penyelenggaraan negara. Berdirinya lembaga konstitusi merupakan konsekwensi dianutnya konsep negara hukum dalam ketatanegaraan di Indonesia. Otomatis akan terjadi pemisahan kekuasaan dan mekanisme check and balances antar lembaga. Mahkamah Konstitusi lah yang akan melakukannya terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh legislatif.

Sebagai sebuah lembaga negara Mahkamah konstitusi diberikan kewenangan oleh konstitusi. Kewenangan tersebut antara lain:
  1. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. memutus pembubaran partai politik;
  4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
  5. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai sebuah lembaga yang dijadikan sebagai pelindung konstitusi MK mempunyai beberapa fungsi yang meliputi: 

1. Sebagai penafsir konstitusi
KC Wheare menyatakan bahwa fungsi seorang hakim adalah memutus perkara apakah hukum itu. Konstitusi tak lain merupakan sebuah aturan hukum. Sehingga konstitusi merupakan wilayah kerja seorang hakim. Hakim MK dalam menjalankan kewenangannya dapat melakukan penafsiran terhadap konstitusi. Hakim dapat menjelaskan makna kandungan kata atau kalimat, menyempurnakan atau melengkapi, bahkan membatalkan sebuah undang-undang jika dianggap bertentangan dengan konstitusi.

2. Sebagai penjaga hak asasi manusia
Konstitusi sebagai dokumen yang berisi perlindungan hak asasi manusia merupakan dokumen yang harus dihormati. Konstitusi menjamin hak-hak tertentu milik rakyat. Apabila legislatif maupun eksekutif secara inkonstitusional telah mencederai konstitusi maka MK dapat berperan memecahkan masalah tersebut.

3. Sebagai pengawal konstitusi
Istilah penjaga konstitusi tercatat dalam penjelasan Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang biasa disebut dengan the guardian of constitution. Menjaga konstitusi dengan kesadaran hebat yang menggunakan kecerdasan, kreativitas, dan wawasan ilmu yang luas, serta kearifan yang tinggi sebagai seorang negarawan.

4. Sebagai penegak demokrasi
Demokrasi ditegakkan melalui penyelenggaraan pemilu yang berlaku jujur dan adil. MK sebagai penegak demokrasi bertugas menjaga agar tercitanya pemilu yang adil dan jujur melalui kewenangan mengadili sengketa pemilihan umum. Sehingga peran MK tak hanya sebagai lembaga pengadil melainkan juga sebagai lembaga yang mengawal tegaknya demokrasi di Indonesia.