Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
digunakan istilah wewenang dan tugas, tidak dijabarkan tentang fungsi
Komisi Yudisial. Dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 digunakan
Istilah “wewenang” untuk menunjuk fugsi yang harus dilakukan oleh Komisi
Yudisial. Wewenang (bevoegdheid) mengandung pengertian tugas (plichten)
dan hak (rechten)
Berefleksi dari
kelemahan perekrutan hakim agung pada masa orde lama, orde baru dan pada
awal reformasi maka didalam pasal 24 A ayat (3) UUD 1945 dikatakan
sebagai berikut : “Calon hakim angung diusulkan Komisi Yudisial kepada
Dewan Pewakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim angung oleh Presiden”.
Sementara itu,
didalam ketentan Pasal 8 undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sisebutkan
sebagai berikut:
1. Hakim agung diangkat oleh presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2.
Calon hakim agung sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dipilih Dewan
Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
3.
Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama calon
diterima Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung yang diangkat oleh presiden.
5. Ketua Muda Mahkamah Angung dianggkat oleh Presiden diantara hakim angung yang diajukan oleh ketua Mahkamah Angung.
6.
Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil
Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4)
dan ayat (5) ditetapkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak pengajuan calon diterima presiden.
Dalam
ketentuan yang terdapat didalam Pasal 24 A ayat (3) UUD 1945 tersebut
menyuratkan bahwa Komisi Yudisial telah mengambil alih fungsi-fungsi
yang selama ini diperankan oleh MA, Pemerintah dan DPR sebagaimaan
siatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung. Sedangkan DPR mengantikan peran presiden sebagai pihak yang
kepadanya diajukan calon Hakim Agung. Presiden hanya sebagai pihak yang
mengangkat hakim agung dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara.
Menindak lanjuti pengalihan fungsi-fungsi pengusulan calon hakim agung
yang selama ini diperankan MA, DPR dan Pemerintah kepada komisi yudisail
dan dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
digunakan istilah wewenang dan tugas, tidak dijabarkan tentang fungsi
Komisi Yudisial. Dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 digunakan
Istilah “wewenang” untuk menunjuk fugsi yang harus dilakukan oleh Komisi
Yudisial. Wewenang (bevoegdheid) mengandung pengertian tugas (plichten)
dan hak (rechten). Tugas dan Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 14
UU No 22 Tahun 2004 Tenang Komisi Yudisial meneruskan bahwa;
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mempenyai tugas:’
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR,
(1)
Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung , Mahkamah Agung
Menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang
bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
berahirnya jabatan tesebut.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakuakan dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan, sejak Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari Mahkamah
agung mengenai lowongan Hakim Agung.
Selanjutnya, Pasal 16 UU No 22 Tahun 2004 menyebutkan :
(1)
Pengajuan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan
persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Hakim Agung sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Selain Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon Hakim Agung memenuhi
persyaratan administrasi dengan menyerahkan sekurang-kurangnya :
a. Daftar riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan;
b. Ijazah asli atau yang telah dilegalisasi;
c. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;
d. Daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon;
e. Nomor pokok wajib pajak
Dalam
UU No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial ini juga diatur mengenai
keterlibatan masyarakat dalam proses perekrutan Hakim Agung, hal tesebut
terlahir dikarenakan evaluasi dari sistem rekrutmen hakim pada masa
Orde Baru yang berlandaskan yang berdasarkan pada UU No 14 Tahun 1985
yang memperlihatkan beberapa kelemahan, diantaranya :
1 Tidak ada perameter yang obyektif untuk mengukur kualitas dan integritas calon hakim agung.
2
Adanya indikasi praktik droping nama, dimana hakim agung akan
memberikan nama kepada Mahkamah agung dengan harapan Ketua Mahkamah
Agung memberikan perhatian kepada kandidat dan memasukkan namanya dalam
daftar; dan
3 Adanya indikasi jaringan, pertemanan, hubungan
keluarga, dan sebagainya yang menyebabkan pemilihan tidak dilakuakn
secara obyektif.
Untuk itu pelibatan masyarakat dalam proses
rekruitmen Hakim Agung dalam UU No 22 tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
diatur dalam pasal 17 ayat (3) yang menyebutkan :
“Masyarakat
berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon Hakim Agung
dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak pengumuman
sebagaimana diatur ayat (2)
Selanjutnya, dalam ayat (4) disebutkan :
“Komisi Yudisial melakukan penelitian atas informasi atau pendapat
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pemberian informasi atau
pendapat berakhir.”
Kemudian Pasal 18 mengatur:
(1) Komisi
Yudisial menyelenggarakan seleksi terhadap kualitas dan kebribadian
calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administratif
berdasrkan atandar yang telah ditetapkan.
(2) Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun karya Ilmiah dengan topik yang telah ditentukan.
(3)
Karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah diterima Komisi
Yudisial, dalam jangka waktu palinglama 10 (sepuluh) hari sebelum
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.
(3) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terbuka dalam jangka waktu lama 20 (dua puluh) hari.
(4)
Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir, Komisi Yudisial
menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada
DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan Hakim Agung, dengan tembusan
disampaikan kepada Presiden.
Tahapan selanjutnya dari proses
rekruitmen hakim agung adalah wewenang dari DPR memilih hakim agung
berdasarkan daftar nama yang diajukan Komisi Yudisial, hal tersebut
diatur dalam pasal 19 UU No 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, dalam
pasal tersebut menyatakan:
(1) DPR telah menetapkan calon Hakim
Agung untuk diajuakan kepada presiden dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (5)
(2) Keputusan Presiden mengenai pengankatan Hakim
Agung ditetapkan dalam jangkawaktu palinglama 14 (empat belas) harisejak
Presiden menerima nama calon yang diajukan DPR.
(3) Dalam
jangkawaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada
penetapan, Presiden yang berwenang mengngagkat Hakim Agung dari calon
yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat
(5).
Dalam hal ini usulan nama yang diajukan Komisi Yudisial
bersifat mengikat, artinya DPR wajib dan hanya dapat memilih bakal calon
diantara daftar nama calon hakim agung yang diajukan oleh Komisi
Yudisial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar